Laman

Senin, 06 Desember 2010

PONSEL IDAN

leh: Ika Maya Susanti

“Tampang cowok kamu memang keren sih… Kalau yang nggak tahu, mungkin barangkali dikiranya model! Tapi, aduh….” Elis mengelus keningnya berkali-kali.

Manda jadi bingung sendiri. “Kenapa Lis? Emangnya Idan kenapa? Kok kamu jadi ngelus-elus kening begitu? Emangnya Idan bisa bikin kening jadi gatel ya?” celutuk Manda sambil mengerdip-kerdipkan mata. Sebetulnya Manda tahu arah pembicaraan Elis. Namun sekali lagi, untuk kali ini Manda masih mencoba bersikap tenang.

“Ponselnya itu lho! Ih, cakep-cakep kok pakai ponsel jadul?!” ekspresi wajah Elis terlihat mengejek dengan bentuk bibirnya yang mengerucut lama sembari menyebut kata jadul.

“Eh udah, ngomong jadul ya jadul. Tapi nggak usah sampai monyong lama begitu dong,” tangan Manda mencoba menangkup bibir Elis karena gemas yang namun segera ditepis oleh Elis.

“Iih… apaan sih! Serius nih! Iya tuh Nda, bisa nggak sih kamu rubah penampilan jadul si Idan, cowokmu itu?!” protes Elis tak ada habis-habisnya.

Manda masih senyum dengan manisnya menanggapi protes dari Elis. “Aduh, kamu itu kenapa sih?! Orang Idan yang punya ponsel saja nggak ada masalah. Aku juga yang jadi pacarnya nggak kerasa keganggu tuh. Terus kenapa kamu jadi sibuk sendiri? Ah udah deh, aku mau pulang dulu. Udah ditunggu sama Idan tuh. Daagh…” Manda lalu berlalu sambil melambai ke arah Elis. Menurutnya jika ia terus-terusan ada di situ, pastinya Elis tidak akan ada habis-habisnya memprotes ponsel milik Idan.

Namun ucapan Elis mau tak mau mengganggu pikiran dan perasaan Manda. Manda memang pernah bertanya padda Idan. Namun ia tidak pernah mendapat jawaban jujur dari pacarnya tersebut. Dan saat sedang bersama Idan, Manda pun jadi penasaran untuk menanyakan masalah tentang ponsel milik pacarnya itu.

“Dan, kenapa sih kamu nggak ganti ponsel? Itu ponsel kan udah jadul banget. Aku jadi penasaran! Udah gitu, banyak banget tuh aspirasi dari teman-teman yang disampaikan ke aku melulu,” tanya Manda suatu ketika di akhir setumpuk rasa penasaran dari dirinya dan juga setumpuk kecapekan telinganya mendengar aspirasi dari teman-temannya.

Idan malah menggenggam ponselnya sambil ditunjukkan ke arah Manda. “Kamu tahu nggak Nda, ponsel ini tuh tahan banting. Untuk ngelempar anjing yang lagi rese juga bisa. Mantap beneran tuh kalau sampai kena! Dan kayaknya, mungkin nggak akan rusak kali buat ngelempar anjing rese!” jelas Idan sambil terkekeh.

Manda lalu mencubit lengan Idan dengan gemas. “Iiih…. aku serius nih! Awalnya sih aku nggak apa-apa. Tapi karena banyak banget orang yang protes lewat kupingku, akhirnya aku jadi penasaran juga nih!”

Idan lalu menggenggam tangan Manda. Sambil tersenyum, ditatapnya wajah Manda dalam-dalam. “Kamu lagi serius ya Nda. Kalau begitu aku nawar lima rius deh. Hehe… Sekarang aku ganti tanya, kamu malu ya Nda kalau punya cowok pakai ponsel jadul?” Nada suara Idan jadi ikut-ikutan benar-benar serius, membuat Manda jadi kikuk ditanya seperti itu.

“Nda, ponsel ini sangat dalam arti sejarahnya buat aku. Waktu itu ayahku hanya mampu membelikan ponsel ini ketika aku merengek-rengek ingin punya ponsel seperti teman-temanku. Pas aku jalan sama ayah habis pulang dari beli ponsel, ayahku diserempet orang sampai jatuh dan…” Idan tidak bisa meneruskan kata-katanya karena kemudian ia hanya bisa menunduk.

Manda memeluk Idan erat. “Kenapa kamu nggak pernah cerita tentang itu, Dan?” ujar Manda yang jadi merasa bersalah.

Idan melepas pelukan Manda. “Itu kenangan yang membuat aku selalu cengeng saat mengingatnya, Nda. Apalagi kalau harus cerita. Jadinya bikin aku harus menangis seperti ini. Hehe, jangan ketawa ya kalau lihat aku nangis. Ah, padahal aku ini kan cowok!” sambil malu-malu, Idan menyeka air matanya.

“Aku nggak akan ketawa kok, Dan. Tapi cuma tersenyum. Lihat nih!” Manda tersenyum semanis-manisnya untuk Idan. “Kamu tahu kan Dan, aku selalu menerima kekurangan kamu?”

“Makasih Nda. Oh iya, satu lagi. Keteguhan hatiku menjaga ponsel jadul ini juga bukti kalau aku ini tipe setia lho! Setia sama pemberian ayah, setia sama ponsel ini, dan juga mencoba setia sama kamu. Pokoknya aku ini cowok yang setia kok!” celoteh Idan yang membuat Manda tak tahan untuk memeluk Idan lagi.

“Aku juga nggak akan mudah melepas cowok seperti kamu kok, Dan! Seperti kamu yang nggak mudah melepas ponsel milikmu itu!” tekad Manda dalam hati.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar